key of my life

The Key of World, is to Share What the Best You have to Other People Every Time You Have
by: Fajria noor sapta R

Kamis, 30 Desember 2010

Issu Legal dan Tantangan yang Di Hadapi Indonesia Terkait Pengembangan Profesi, Pendidikan, dan Pelaksanaan Praktik Keperawatan


MAKALAH

ISSU LEGAL DAN TANTANGAN YANG DIHADAPI INDONESIA TERKAIT PENGEMBANGAN PROFESI, PENDIDIKAN, DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEPERAWATAN PROFESIONAL

sebagai tugas mata kuliah

PROSES KEPERAWATAN PROFESIONAL
(PKP)

LOGO2.jpg
















Disusun oleh
·  Binti nur islamiati
·  Bayu Sekti
·  Elsa Nindha
·  Fajria noor sapta R
·  Meilinda
·  Putut sumitro
·  Rusita wigati
·  Vendyik fajar
·  Yayuk aprilia


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
2010


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
            Keperawatan sebagai profesi dituntut untuk mengembangkan keilmuannya sebagai wujud kepeduliannya dalam meningkatkan kesejahteraan umat manusia baik dalam tingkatan preklinik maupun klinik. Untuk dapat mengembangkan keilmuannya maka keperawatan dituntut untuk peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya setiap saat.
            Tantangan profesi keperawatan adalah profesi yang sudah mendapatkan pengakuan dari profesi lain, dituntut untuk mengembangkan dirinya untuk berpartisipasi aktif dalam sistem pelayanan kesehatan agarkeberadaannya mendapat pengakuan dari masyarakat. Untuk mewujudkan pengakuan tersebut, maka perawat masih harus memperjuangkan langkah-langkah profesionalisme sesuai dengan keadaan dan lingkungan sosial.

1.2 Tujuan
Mengidentifikasi issu legal dan tantangan yang dihadapi Indonesia terkait pengemmbangan profesi, pendidikan, dan pelaksanaan keperawatan professional
Mengetahui UU terkait issu legal dan tantangan yang dihadapi Indonesia terkait pengemmbangan profesi, pendidikan, dan pelaksanaan keperawatan professional

1.3 Manfaat
Meningkatkan pemahaman perawat terhadap perkembangan issu legal dan tantangan yang dihadapi Indonesia terkait pengemmbangan profesi, pendidikan, dan pelaksanaan keperawatan professional
Sebagai dasar dalam mengembangkan , pendidikan, dan pelaksanaan keperawatan professional







BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Gambaran Keperawatan Di Indonesia
Kondisi keperawatan di Indonesia memang cukup tertinggal dibandingkan negara-negara ASEAN seperti Piliphina, Thailand, dan Malaysia, apalagi bila ingin disandingkan dengan Amerika dan Eropa. Pendidikan rendah, gaji rendah, pekerjaan selangit inilah paradoks yang ada. Rendahnya gaji menyebabkan tidak sedikit perawat yang bekerja di dua tempat, pagi hingga siang di rumah sakit negeri, siang hingga malam di rumah sakit swasta. Dalam kondisi yang demikian maka sulit untuk mengharapkan kinerja yang maksimal. Apalagi bila dilihat dari rasio perawat dan pasien, dalam satu shift hanya ada 2-3 perawat yang jaga sedangkan pasien ada 20-25 per bangsal jelas tidak proporsional(Yusuf,2006).
Jumlah perawat yang menganggur di Indonesia ternyata cukup mencengangkan. Hingga tahun 2005 mencapai 100 ribu orang. Hal ini disebabkan kebijakan zero growth pegawai pemerintah, ketidakmampuan rumah sakit swasta mempekerjakan perawat dalam jumlah memadai,  rendahnya pertumbuhan rumah sakit dan lemahnya kemampuan  berbahasa asing. Ironisnya, data WHO 2005 menunjukkan bahwa dunia justru kekurangan 2 juta perawat, baik di AS, Eropa, Australia dan Timur Tengah. Fakta lain di lapangan, saat ini banyak tenaga perawat yang bekerja di rumah sakit dan puskesmas dengan status magang (tidak menerima honor seperserpun) bahkan ada rumah sakit yang meminta bayaran kepada perawat bila ingin magang. Alasan klasik dari pihak rumah sakit “mereka sendiri yang datang minta magang”. Dilematis memang, tinggal di rumah menganggur , magang di rumah sakit/puskesmas tidak dapat apa-apa . Padahal kalau kita menyadari sebenarnya banyak sekali kesempatan dan tawaran kerja di luar negeri seperti :USA,. Canada, United Kingdom (Inggris), Kuwait, Saudi Arabia, Australia, New Zaeland, Malaysia, Qatar, Oman, UEA, Jepang, German, Belanda,  Swiss (Yusuf, 2006).      
  Kemampuan bersaing perawat Indonesia bila di bandingkan dengan negara-negara lain seperti Philipines dan India masih kalah . Pemicu yang paling nyata adalah karena dalam system pendidikan keperawatan kita masih menggunakan “Bahasa Indonesia”sebagai pengantar dalam proses pendidikan. Hal tersebut yang membuat Perawat kita kalah bersaing di tingkat global. Salah satu tolak ukur kualitas dari Perawat di percaturan internasional adalah kemampuan untuk bias lulus dalam Uji Kompetensi keperawatan seperti ujian NCLEX-RN dan EILTS sebagai syarat mutlak bagi seorang perawat untuk dapat bekerja di USA. Dalam hal ini kualitas dan kemampuan perawat Indonesia masih sangat memprihatinkan (Muhammad, 2005)
Sejak disepakatinya keperawatan sebagai suatu profesi pada Lokakarya Nasional Keperawatan tahun 1983, terjadilah pergeseran paradigma keperawatan dari pelayanan yang sifatnya vokasional menjadi pelayanan yang bersifat professional. Keperawatan kini dipandang sebagai suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang meliputi aspek bio,psiko,sosio dan spiritual yang komperehensif, dan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat yang baik yang sehat maupun yang sakit dan mencakup seluruh siklus hidup manusia . Sebagai profesi yang masih dalam proses menuju “perwujudan diri”, profesi keperawatan dihadapkan pada berbagai tantangan. Pembenahan internal yang meliputi empat dimensi domain yaitu; Keperawatan, pelayanan keperawatan, asuhan keperawatan, dan praktik keperawatan. Belum lagi tantangan eksternal berupa tuntutan akan adanya registrasi, lisensi, sertifikasi, kompetensi dan perubahan pola penyakit, peningkatan kesadaran masyarakat akan hak dan kewajiban, perubahan sistem pendidikan nasional, serta perubahan-perubahan pada suprasystem dan pranata lain yang terkait (Yusuf, 2006).
Keluarnya Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, UU No 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta Surat Keputusan Menteri Kesehatan No 1239/Menkes/SK/2001 tentang registrasi dan praktik keperawatan lebih mengukuhkan keperawatan sebagai suatu profesi di Indonesia. Adanya Undang-undang No. 8 tahun 1999 tetang Perlindungan Konsumen semakin menuntut perawat untuk melaksanakan praktik keperawatan secara profesional menjadi suatu keharusan dan kewajiban yang sudah tidak dapat ditawar-tawar lagi. Penguasaan Ilmu dan keterampilan, pemahaman tetang standar praktik, standar asuhan dan pemahaman hak-hak pasien menjadi suatu hal yang penting bagi setiap insan pelaku praktik keperawatan di Indonesia  (Yanto, 2001)
Konsekuensi dari perkembangan itu harus ada jenjang karier dan pengembangan staf yang tertata baik, imbalan jasa, insentif serta sistem penghargaan yang sesuai dan memadai. Rendahnya imbalan jasa bagi perawat selama ini mempengaruhi kinerja perawat. Banyak perawat bergaji di bawah upah minimum regional (UMR). Sebagai gambaran, gaji perawat pemerintah di Indonesia antara Rp 300.000-Rp 1 juta per bulan tergantung golongan. Sementara perawat di Filipina tak kurang dari Rp 3,5 juta (Kompas, 2001)
Selain memiliki kemampuan intelektual, interpersonal dan teknikal, perawat di Indonesia juga harus mempunyai otonomi yang berarti mandiri dan bersedia menanggung resiko, bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap tindakan yang dilakukannya, termasuk dalam melakukan dan mengatur dirinya sendiri. Tetapi yang terjadi di lapangan sangat memilukan, banyak sekali rekan-rekan Perawat yang melakukan “Praktek Pelayanan Kedokteran dan Pengobatan” yang sangat tidak relevan dengan ilmu keperawatan itu sendiri. Hal tersebut telah membuat profesi Perawat di pandang rendah oleh profesi lain. Banyak hal yang menyebabkan hal ini berlangsung berlarut-larut antara lain:
a.    Kurangnya kesadaran diri dan pengetahuan dari individu perawat itu sendiri.
b.    Tidak jelasnya aturan yang ada serta tidak tegasnya komitmen penegakan  hukum di Negara Republik Indonesia.
c.    Minimnya pendapatan secara finansial dari rekan-rekan perawat secara umum
d.Kurang peranya organisasi profesi dalam membantu pemecahan permasalah tersebut.
e.Rendahnya pengetahuan masyarakat, terutama di daerah yang masih menganggap bahwa Perawat juga tidak berbeda dengan “DOKTER”atau petugas kesehatan yang lain (Muhammad, 2005)

2.2 Issue Legal Pengembangan Pendidikan Keperawatan
Pengakuan body of knowledge keperawatan di Indonesia dimulai sejak tahun 1985, yakni ketika program studi ilmu keperawatan  untuk pertama kali dibuka di Fakultas Kedokteran UI. Dengan telah diakuinya body of knowledge tersebut maka pada saat ini pekerjaan profesi keperawatan tidak lagi dianggap sebagai suatu okupasi, melainkan suatu profesi yang kedudukannya sejajar dengan profesi lain di Indonesia. Tahun 1984 dikembangkan kurikulum untuk mempersiapkan perawat menjadi pekerja profesional, pengajar, manajer, dan peneliti.     Kurikulum ini diimplementasikan tahun 1985 sebagai Program Studi Ilmu Keperawatan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Tahun 1995 program studi itu mandiri sebagai Fakultas Ilmu Keperawatan, lulusannya disebut ners atau perawat profesional. Program Pascasarjana Keperawatan dimulai tahun 1999. Kini sudah ada Program Magister Keperawatan dan Program Spesialis Keperawatan Medikal Bedah, Komunitas, Maternitas, Anak Dan Jiwa.
Sejak tahun 2000 terjadi euphoria Pendirian Institusi  Keperawatan baik itu tingkat Diploma III (akademi keperawatan) maupun Strata I. Pertumbuhan institusi keperawatan di Indonesia menjadi tidak terkendali. Seperti jamur di musim kemarau. Artinya di masa sulitnya lapangan kerja, proses produksi tenaga perawat justru meningkat pesat. Parahnya lagi, fakta dilapangan menunjukkan penyelenggara pendidikan tinggi keperawatan berasal dari pelaku bisnis murni dan dari profesi non keperawatan, sehingga pemahaman tentang hakikat profesi keperawatan dan arah pengembangan perguruan tinggi keperawatan kurang dipahami. Belum lagi sarana prasarana cenderung untuk dipaksakan, kalaupun ada sangat terbatas (Yusuf, 2006). Saat ini di Indonesia berdiri 32 buah Politeknik kesehatan dan 598 Akademi Perawat yang berstatus milik daerah,ABRI dan swasta (DAS) yang telah menghasilkan lulusan sekitar 20.000 – 23.000 lulusan tenaga keperawatan setiap tahunnya. Apabila dibandingkan dengan jumlah kebutuhan untuk menunjang Indonesia sehat 2010 sebanyak 6.130 orang setiap tahun,  maka akan terjadi surplus tenaga perawat sekitar 16.670 setiap tahunnya. (Sugiharto, 2005).
Salah satu tantangan terberat adalah peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) tenaga keperawatan yang walaupun secara kuantitas merupakan jumlah tenaga kesehatan terbanyak dan terlama kontak dengan pasien, namun secara kualitas masih jauh dari harapan masyarakat. Indikator makronya adalah rata-rata tingkat pendidikan formal perawat yang bekerja di unit pelayanan kesehatan (rumah sakit/puskesmas) hanyalah tamatan SPK (sederajat SMA/SMU). Berangkat dari kondisi tersebut, maka dalam kurun waktu 1990-2000 dengan bantuan dana dari World Bank, melalui program “health project” (HP V) dibukalah kelas khusus D III keperawatan hampir di setiap kabupaten. Selain itu bank dunia juga memberikan bantuan untu peningkatan kualitas guru dan dosen melalui program “GUDOSEN”. Program tersebut merupakan suatu percepatan untuk meng-upgrade tingkat pendidikan perawat dari rata-rata hanya berlatar belakang pendidikan SPK menjadi Diploma III (Institusi keperawatan). Tujuan lain dari program ini diharapkan bisa memperkecil gap antara perawat dan dokter sehingga perawat tidak lagi menjadi perpanjangan tangan dokter (Prolonged physicians arms) tapi sudah bisa menjadi mitra kerja dalam pemberian pelayanan kesehatan(Yusuf, 2006).

2.3 Issu Legal Pelaksanaan Praktik Keperawatan Profesional
            Praktik keperawatan profesional, merupakan praktik yang didasarkan pada pengetahuan teoretis yang mantap dan kokoh dari berbagai disiplin ilmu, terutama ilmu keperawatan. Berbagai disiplin ilmu tersebut adalah ilmu biomedik, ilmu perilaku, dan ilmu sosial. Kesemuanya adalah satu kesatuan yang digunakan sebagai landasan untuk melakukan pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, penyusunan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi hasil tindakan keperawatan serta penyesuaian atau revisi rencana asuhan keperawatan.
            Praktik keperawatan sebagai praktik profesional merupakan praktik dengan orientasi melayani. Artinya perawat harus mempunyai komitmen untuk memberikan asuhan keperawatan berdasarkan keahlian yang tinggi yang didasarkan pada ilmu pengetahuan dan menempatkan pelayanan di atas kepentingan pribadi. Sebagai suatu praktik yang profesional, keperawatan mempunyai kode etik dan mempunyai otonomi dalam dalam menetapkan tindakan yang dilakukan ( Shortrigde dalam Chasca, 1990 ). Menurut styler dalam Kozier ( 1997 ), otonomi profesi merupakan karakteristik utama suatu profesi. Perawat mempunyai otonomi mengatur praktik keperawatan agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang profesional. Selanjutnya Fagin dalam Kozier ( 1988) menyebutkan bahwa perawat mempunyai tujuh hak untuk menetapkan standard of excellence in nursing. Standard of excellence in nursing diawali dengan pengembangan MPKP karena pada MPKP terdapat stuktur dan proses yang mendukung peningkatan mutu asuhan keperawatan.
            Sistem pemberian asuhan keperawatan dengan model keperawatan profesional memungkinkan perawat melakasanakan asuhan keperawatan dengan memenuhi aspek –aspek/ nilai-nilai profesional;
(1) otonomi yaitu mempunyai kewenangan/otoritas untuk melaksanakan proses keperawatan secara mandiri dan bukan didasarkan pada instruksi dokter, dan perawat adalah seseorang yang mempunyai hubungan langsung dan pertama dengan klien,
(2) melakukan asuhan secara berkesinambungan berdasarkan pada ilmu keperawatan,
(3) melakukan kolaborasi dengan pihak lain demi keuntungan/kepentingan klien,
(4) memiliki kekuatan kelompok/profesi dalam melakukan asuhan keperawatan dan
(5) melakukan asuhan kepreawatan memenuhi kode etik keperawatan. 

2.4 Issu Legal Pengembangan Profesi Keperawatan Di Indonesia
            Perkembangan keperawatan sebagai pelayanan profesional didukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperoleh dari pendidikan dan pelatihan yang terarah dan terencana. Di Indonesia, keperawatan telah mencapai kemajuan yang sangat bermakna bahkan merupakan suatu lompatan yang jauh kedepan. 
            Tenaga keperawatan yang merupakan jumlah tenaga kesehatan terbesar seyogyanya dapat memberikan kontribusi essensial dalam keberhasilan pembangunan kesehatan. Untuk itu tenaga keperawatan dituntut untuk dapat meningkatkan kemampuan profesionalnya agar mampu berperan aktif dalam pembangunan kesehatan khususnya dalam pelayanan keperawatan profesional.
            Pengembangan pelayanan keperawatan profesional tidak dapat dipisahkan dengan pendidikan profesional keperawatan. Pendidikan keperawatan bukan lagi merupakan pendidikan vokasional/ kejuruan akan tetapi bertujuan untuk menghasilkan tenaga keperawatan yang menguasai ilmu keperawatan yang siap dan mampu melaksanakan pelayanan / asuhan keperawatan profesional kepada masyarakan. Jenjang pendidikan keperawatan bahkan telah mencapai tingkat Doktoral.
            Keyakinan inilah yang merupakan faktor penggerak perkembangan pendidikan keperawatan di Indonesia pada jenjang pendidikan tinggi, yang sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1962 yaitu dengan dibukanya Akademi Keperawatan yang pertama di Jakarta. Proses ini berkembang terus sejalan dengan hakikat profesionalisme keperawatan.
            Dalam Lokakarya Keperawatan tahun 1983, telah dirumuskan dan disusun dasar-dasar pengembangan Pendidikan Tinggi Keperawatan. Sebagai realisasinya disusun kurikulum program pendidikan D-III Keperawatan, dan dilanjutkan dengan penyusunan kurikulum pendidikan Sarjana (S1) Keperawatan.
            Pendidikan tinggi keperawatan diharapkan menghasilkan tenaga keperawatan profesional yang mampu mengadakan pembaruan dan perbaikan mutu pelayanan / asuhan keperawatan, serta penataan perkembangan kehidupan profesi keperawatan.
            Pendidikan tinggi keperawatan diharapkan menghasilkan tenaga keperawatan professional yang mampu mengadakan pembaharuan dan perbaikan mutu pelayanan/asuhan keperawatan, serta penataan perkembangan kehidupan profesi keperawatan.
            Keperawatan sebagai suatu profesi, dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab pengembanggannya harus mampu mandiri. Untuk itu memerlukan suatu wadah yang mempunyai fungsi utama untuk menetapkan, mengatur serta mengendalikan berbagai hal yang berkaitan dengan profesi seperti pengaturan hak dan batas kewenangan, standar praktek, standar pendidikan, legislasi, kode etik profesi dan peraturan lain yang berkaitan dengan profesi keperawatan. 
            Diperkirakan bahwa dimasa datang tuntutan kebutuhann pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan akan terus meningkat baik dalam aspek mutu maupun keterjangkauan serta cakupan pelayanan. Hal ini disebabkan meningkatkan kesadaran masyarakat akan kesehatan yang diakibatkan meningkatnya kesadaran masyarakat secara umum, dan peningkatan daya emban ekonomi masyarakat serta meningkatnya komplesitas masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat. Masyarakat semakin sadar akan hukum sehingga mendorong adanya tuntutan tersedianya pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan dengan mutu yang dapat dijangkau seluruh lapisan masyarakat. Dengan demikian keperawatan perlu terus mengalami perubahan dan perkembangan sejalan dengan perubahan yang terjadi diberbagai bidang lainnya. 
            Perkembangan keperawatan bukan saja karena adanya pergeseran masalah kesehatan di masyarakat, akan tetapi juga adanya tekanan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan serta perkembangan profesi keperawatan dalam menghadapi era globalisasi.
            Dalam memnghadapi tuntutan kebutuhan dimasa datang maka langkah konkrit yang harus dilakukan antara lain adalah : penataan standar praktek dan standar pelayanan/asuhan keperawatan sebagai landasan pengendalian mutu pelayanan keperawatan secara professional, penataan sistem pemberdayagunaan tenaga keperawatan sesuai dengan kepakarannya, pengelolaan sistem pendidikan keperawatan yang mampu menghasilkan keperawatan professional serta penataan sistem legilasi keperawatan untuk mengatur hak dan batas kewenangan, kewajiban, tanggung jawab tenaga keperawatan dalam melakukan praktek keperawatan.

2.5 Tantangan Pengembangan Profesi Keperawatan
            Tantangan profesi perawat di Indonesia di abad 21 ini semakin meningkat. Seiring tuntutan menjadikan profesi perawat yang di hargai profesi lain. Profesi keperawatan dihadapkan pada banyak tantangan. Tantangan ini tidak hanya dari eksternal tapi juga dari internal profesi ini sendiri. Pembenahan internal yang meliputi empat dimensi dominan yaitu; keperawatan, pelayanan keperawatan, asuhan keperawatan dan praktik keperawatan. Belum lagi tantangan eksternal berupa tuntutan akan adanya registrasi, lisensi, sertifikasi, kompetensi dan perubahan pola penyakit, peningkatan kesadaran masyarakat akan hak dan kewajiban, perubahan system pendidikan nasional, serta perubahan-perubahan pada supra system dan pranata lain yang terkait.
            Untuk menjawab tantangan-tantangan itu dibutuhkan komitmen dari semua pihak yang terkait dengan profesi ini, organisasi profesi, lembaga pendidikan keperawatan juga tidak kalah pentingnya peran serta pemerintah. Organisasi profesi dalam menentukan standarisasi kompetensi dan melakukan pembinaan, lembaga pendidikan dalam melahirkan perawat-perawat yang memiliki kualitas yang diharapkan serta pemerintah sebagai fasilitator dan memiliki peran-peran strategis lainnya dalam mewujudkan perubahan ini. Profesi memiliki beberapa karakteristik utama sebagai berikut;
1.    Suatu profesi memerlukan pendidikan lanjut dari anggotanya, demikian juga landasan dasarnya.
2. Suatu profesi memiliki kerangka pengetahuan teoritis yang mengarah pada keterampilan, kemampuan, pada orma-norma tertentu.
3.    Suatu profesi memberikan pelayanan tertentu.
4.    Anggota dari suatu profesi memiliki otonomi untuk membuat keputusan dan melakukan tindakan.
5.    Profesi sebagai satu kesatuan memiliki kode etik untuk melakukan praktik keperawatan
Perawat mempunyai tantangan yang sangat banyak salah satunya yaitu menjalakan tanggung jawab dan tanggung gugat yang besar. Tantangan dalam profesi keperawatan salah satunya yaitu mempunyai tanggung jawab yang tinggi, tanggung jawab tersebut tidak hanya kepada kliennya saja tetapi tanggung jawab yang diutamakan yaitu tanggung jawab terhadap Tuhannya (Responsibility to God), tanggung jawab tehadap klien dan masyarakat (Responsibility to Client and Society), dan tanggung jawab terhadap rekan sejawat dan atasan (Responsibility to Colleague and Supervisor).
Tanggung jawab secara umum, yaitu;
1. Menghargai martabat setiap pasien dan keluargannya.
2.    Menghargai hak pasien untuk menolak pengobatan, prosedur atau obat-obatan tertentu dan melaporkan penolakan tersebut kepada dokter dan orang-orang yang tepat di tempat tersebut.
3.    Menghargai setiap hak pasien dan keluarganya dalam hal kerahasiaan informasi.
4.    Apabila didelegasikan oleh dokter menjawab pertanyaan-pertanyaan pasien dan memberi informasi yang biasanya diberikan oleh dokter.
5.    Mendengarkan pasien secara seksama dan melaporkan hal-hal penting kepada orang yang tepat.
            Dan tanggung gugat yang menjadi salah satu tantangan dalam profesi keperawatan didasarkan peraturan perundang-undangan yang ada. Tanggung gugat bertujua untuk :
(1). Mengevaluasi praktisi-praktisi professional baru dan mengkaji ulang praktisi-praktisi yang sudaj ada,
(2). Mempertahankan standart perawatan kesehatan,
(3). Memberikan fasilitas refleksi professional, pemikiran etis dan pertumbuhan pribadi sebagai bagian dari professional perawatan kesehatan,
(4). Memberi dasar untuk membuat keputusan etis.
Tanggung gugat pada setiap tahap proses keperawatan, meliputi:
1. Tahap Pengkajian
            Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang mempunyai tujuan mengumpulkan data.
            Perawat bertanggung gugat untuk pengumpulan data atau informasi, mendorong partisipasi pasien dan penentuan keabsahan data yang dikumpulkan.
            Pada saat mengkaji perawat bertanggung gugat untuk kesenjangan-kesenjangan dalam data yang bertentangan data yang tidak atau kurang tepat atau data yang meragukan.
2. Tahap Diagnosa Keperawatan
            Diagnosa merupakan keputusan professional perawat menganalisa data dan merumuskan respon pasien terhadap masalah kesehatan baik actual atau potensial.
            Perawat bertanggung gugat untuk keputusan yang dibuat tentang masalah-masalah kesehatan pasien seperti pernyataan diagnostic (masalah kesehatan yang timbul pada pasien apakan diakui oleh pasien atau hanya perawat)
            Apakah perawat mempertimbangkan nilai-nilai, keyakinan dan kebiasaan atau kebudayaan pasien pada waktu menentukan masalah-masalah kesehatan
3. Tahap Perencanaan
            Perencanaan merupakan pedoman perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan, terdiri dari prioritas masalah, tujuan serta rencana kegiatan keperawatan.
            Tanggung gugat yang tercakup pada tahap perencanaan meliputi: penentuan prioritas, penetapan tujuan dan perencanaan kegiatan-kegiatan keperawatan.
            Langkah ini semua disatukan ke dalam rencana keperawatan tertulis yang tersedia bagi semua perawat yang terlibat dalam asuhan keperawatan pasien.
            Pada tahap ini perawat juga bertanggung gugat untuk menjamin bahwa prioritas pasien juga dipertimbangkan dalam menetapkan prioritas asuhan.
4. Tahap Implementasi
            Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari rencana asuhan keperawatan dalam bentuk tindakan-tindakan keperawatan.
            Perawat bertanggung gugat untuk semua tindakan yang dilakukannya dalam memberikan asuhan keperawatan.
            Tindakan-tindakan tersebut dapat dilakukan secara langsung atau dengan bekerja sama dengan orang lain atau dapat pula didelegasikan kepada orang lain.
Kegiatan keperawatan harus dicatat setelah dilaksanakan, oleh sebab itu dibuat catatan tertulis.
5. Tahap Evaluasi
            Evaluasi merupakan tahap penilaian terhadap hasil tindakan keperawatan yang telah diberikan, termasuk juga menilai semua tahap proses keperawatan.
Perawat bertanggung gugat untuk keberhasilan atau kegagalan tindakan keperawatan.
Perawat harus dapat menjelaskan mengapa tujuan pasien tidak tercapai dan tahap mana dari proses keperawatan yang perlu dirubah dan mengapa hal itu terjadi.
            Setiap tantangan yang meliputi tanggung jawab dan tanggung gugat mempunyai bagian masing-masing. Dapat disimpulkan bahwa menghadapi tantangan yang sangat berat tersebut, diperlukan perawat dengan sikap yang selalu dilandasi oleh kaidah etik profesi. Upaya yang paling strategik untuk dapat menghasilkan perawat pofesional melalui pendidikan keperawatan profesional.
       Adapun keperawatan sebagai suatu profesi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.    Memberi pelayanan atau asuhan dan melakukan penelitian sesuai dengan kaidah ilmu dan ketrampilan serta kode etik keperawatan.
2.    Telah lulus dari pendidikan pada Jenjang Perguruan Tinggi (JPT) sehingga diharapkan mampu untuk :
(a). Bersikap professional,
(b). Mempunyai pengetahuan dan ketrampilan professional
(c). Memberi pelayanan asuhan keperawatan professional, dan
(d). Menggunakan etika keperawatan dalam memberi pelayanan
3.    Mengelola ruang lingkup keperawatan berikut sesuai dengan kaidah suatu profesi dalam bidang kesehatan, yaitu:
(a). Sistem pelayanan atau asuhan keperawatan
(b). Pendidikan atau pelatihan keperawatan yang berjenjang dan berlanjut
(c). perumusan standar keperawatan (asuhan keperawatan, pendidikan keperawatan registrasi atau legislasi), dan
(d). Melakukan riset keperawatan oleh perawat pelaksana secara terencana dan terarah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.



2.6 Tantangan Pengembangan Pendidikan Keperawatan
            Indonesia telah memasuki era baru, yaitu era reformasi yang ditandai dengan perubahan-perubahan yang cepat disegala bidang, menuju kepada keadaan yang lebih baik. Di bidang kesehatan tuntutan reformasi total muncul karena masih adanya ketimpangan hasil pembangunan kesehatan antar daerah dan antar golongan, kurangnya kemandirian dalam pembangunan bangsa dan derajat kesehatan masyarakat yang masih tertinggal di bandingkan dengan negara tetangga. Reformasi bidang kesehatan juga diperlukan karena adanya lima fenomena utama yang mempunyai pengaruh besar terhadap keberhasilan pembangunan kesehatan yaitu perubahan pada dinamika kependudukan, temuan substansial IPTEK kesehatan/kedokteran, tantangan global, perubahan lingkungan dan demokrasi disegala bidang. (Dikutip dari : Nursalam, MN)
            Institusi pendidikan keperawatan sangat bertanggungjawab dan berperan penting dalam rangka melahirkan generasi perawat yang berkuwalitas dan berdedikasi. Sejalan dengan berkembangnya institusi pendidikan keperawatan di Indonesia ibarat “Jamur yang tumbuh di Musim penghujan” sejak tahun 1998 Institusi pendidikan keperawatan di tanah air sudah berjumlah “Ribuan” Intitusi keperawatan berdiri di tanah air. Motivasi dari pendirian insitusi inipun sangat bervariasi dari alas an “Bisnis”sampai dengan “Sosial”.
Yang kemudian menjadi pertanyaan dan keganjilan adalah banyaknya pemilik dan pengelola insititusi pendidikan keperawatan ini yang sama sekali tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang keperawatan baik secara disiplin ilmu atau profesi. Ini menjadi penyebab rendahnya mutu lulusan dari pendidikan keperawatan yang ada.
Hal ini dapat di ukur dengan kalah bersaingan para Perawat Indonesia bila di bandingkan dengan negara-negara lain seperti Philipines dan India. Pemicu yang paling nyata adalah karena dalam system pendidikan keperawatan kita masih menggunakan “Bahasa Indonesia”sebagai pengantar dalam proses pendidikan. Hal tersebut yang membuat Perawat kita kalah bersaing di tingkat global.
Salah satu tolak ukur kualitas dari Perawat di percaturan internasional adalah kemampuan untuk bias lulus dalam Uji Kompetensi keperawatan seperti ujian NCLEX-RN dan EILTS sebagai syarat mutlak bagi seorang perawat untuk dapat bekerja di USA. Dalam hal ini kualitas dan kemampuan perawat Indonesia masih sangat memprihatinkan. Bahkan masih banyak staf dosen/pengajar di lingkungan institusi pendidikan keperawatan yang belum tahu mahluk seperti apa itu “NCLEX-RN dan EILTS”.
Di Kuwait terjadi fakta yang sangat memalukan sekaligus menjatuhkan kredibilitas bangsa terutama sistem pendidika keperawatan yang ada di Negara Indonesia. Bagaimana tidak??? Bahwa sampai dengan saat sekarang ini permasalahan yang berkaitan dengan Higher Education bagi perawat Indonesia belum selesai. Hal tersebut lebih disebabkan karena system pendidikan keperawatan kita yang sangat bervariasi. Efek yang paling buruk dari hal tersebut adalah tidak diakuinya Perawat yang memiliki ijazah S1 Keperawatan (SKp) dan mereka hanya disamakan dengan D3 keperawatan 
Kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan sisitem pendidikan keperawatan di Indonesia adalah UU no. 2 tahun 1989 tentang pendidikan nasional, Peraturan pemerintah no. 60 tahun 1999 tentang pendidikan tinggi dan keputusan Mendiknas no. 0686  tahun 1991 tentang Pedoman Pendirian  Pendidikan Tinggi (Munadi, 2006). Pengembangan sistem pendidikan tinggi keperawatan yang bemutu merupakan cara untuk menghasilkan tenaga keperawatan yang profesional dan memenuhi standar global. Hal-hal lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu lulusan pendidikan keperawatan menurut Yusuf (2006) dan Muhammad (2005) adalah :
1.      Standarisasi jenjang, kualitas/mutu, kurikulum dari institusi pada pendidikan.
2.      Merubah bahasa pengantar dalam pendidikan keperawatan dengan menggunakan bahasa inggris. Semua Dosen dan staf pengajar di institusi pendidikan keperawatan harus mampu berbahasa inggris secara aktif
3.      Menutup institusi keperawatan yang tidak berkualitas
4.      institusi harus dipimpin oleh seorang dengan latar belakang pendidikan keperawatan
5.      Pengelola insttusi hendaknya memberikan warna tersendiri dalam institusi dalam bentuk muatan lokal,misalnya emergency Nursing, pediatric nursing, coronary nursing.
6.      Standarisasi kurikulum dan evaluasi bertahan terhadap staf pengajar di insitusi pendidikan keperawatan
7.    Departemen Pendidikan, Departemen Kesehatan, dan Organisasi profesi serta sector lain yang terlibat mulai dari proses perizinan juga memiliki tanggung jawab moril untuk melakukan pembinaan.

2.7 Tantangan Pengembangan Praktik Keperawatan Profesional
            Profesionalisme keperawatan merupakan proses dinamis dimana profesi keperawatanyang telah terbentuk (1984) mengalami perubahan dan perkembangan karakteristiksesuai dengan tuntutan profesi dan kebutuhan masyarakat. Proses profesionalisasimerupakan proses pengakuan terhadap sesuatu yang dirasakan, dinilai dan diterimasecara spontan oleh masyarakat. Profesi Keperawatan, profesi yang sudahmendapatkan pengakuan dari profesi lain, dituntut untuk mengembangkan dirinyauntuk berpartisipasi aktif dalam sistem pelayanan kesehatan di Indonesia agarkeberadaannya mendapat pengakuan dari masyarakat.
            Untuk mewujudkan pengakuantersebut, maka perawat masih harus memperjuangkan langkah-langkahprofesionalisme sesuai dengan keadaan dan lingkungan sosial di Indonesia.            Proses ini merupakan tantangan bagi perawat Indonesia dan perlu dipersiapkan dengan baik,berencana, berkelanjutan dan tentunya memerlukan waktu yang lama.
            Berdasarkan pemahaman terhadap situasi dan adanya perubahan pemahaman terhadap
konsep sehat sakit, serta makin kayanya khasanah ilmu pengetahuan dan informasi
tentang determinan kesehatan bersifat multifaktoral, telah mendorong pembangunan
kesehatan nasional kearah paradigma baru, yaitu paradigma sehat.
            Paradigma sehat yang diartikan disini adalah pemikiran dasar sehat, berorientasi pada
peningkatan dan perlindungan penduduk sehat dan bukan hanya penyembuhan pada
orang sakit, sehingga kebijakan akan lebih ditekankan pada upaya promotif dan
preventif dengan maksud melindungi dan meningkatkan orang sehat menjadi lebih
sehat dan roduktif serta tidak jatuh sakit. Disisi lain, dipandang dari segi ekonomi,
melakukan investasi dan intervensi pada orang sehat atau pada orang yang tidak sakit
akan lebih cost effective dari pada intervensi terhadap orang sakit. Pada masa
mendatang, perlu diupayakan agar semua policy pemerintah selalu berwawasan
kesehatan, motto-nya akan menjadi "Pembangunan Berwawasan Kesehatan".
            Bila secara konsekwen paradigma sehat telah kita gunakan, peningkatan derajadkesehatan masyarakat akan lebih cepat tercapai dengan biaya yang lebih efisien.Sehingga visi Departemen Kesehatan Indonesia Sehat 2010 dapat tercapai.
            Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat 2010, misi Depkes adalah :
1.    Penggerak pembangunan nasional berwawasan kesehatan
2.    Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya.
3.    Memelihara dan meningkatkan pelayanan ksehatan yang bermutu, merata dan
terjangkau.
4.    Mendorong kemandirian masyarakat untuk sehat.
            Untuk mencapai misi dan misi tersebut, telah dikembangkan pilar strategi pembangunan kesehatan yang meliputi :
1. Paradigma sehat/pembangunan berawawasan kesehatan
2. Profesionalisme
3. Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat
4. Desentralisasi
Apa tantangannya ?
            Jika dianalisa lebih mendalam, ada empat tantangan utama yang sangat menentukan
terjadinya perubahan dan perkembangan keperawatan di Indonesia, yang secara nyata
dapat dirasakan khususnya dalam sistem pendidikan keperawatan, yaitu
(1) terjadinya pergeseran pola masyarakat Indonesia;
(2) Perkembangan IPTEk;
(3) Globalisasi dalam pelayanan kesehatan; dan
(4) Tuntutan tekanan profesi keperawatan.

(1) Transisi Pola Masyarakat Indonesia
            Pergeseran pola masyarakat agrikultur ke masyarakat industri dan dari masyarakat
tradisional berkembang menjadi masyarakat maju, menimbulkan dampak dalam
berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia, termasuk aspek kesehatan.
Kendatipun masih ada masyarakat yang menderita penyakit terkait dengan
kemiskinan seperti infeksi, penyakit yang disebabkan oleh kurang gizi dan
pemukiman tidak sehat, tetapi penyakit atau kelainan kesehatan akibat pola hidup
modern juga sudah makin meningkat. Angka kematian bayi dan angka kematian ibu
sebagai indikator derajad kesehatan, masih tinggi. Peningkatan umur harapan hidup
juga mengakibatkan masalah kesehatan yang terkait dengan masyarakat lanjut usia
seperti penyakit generatif.
            Begitu pula masalah kesehatan yang berhubungan dengan urbanisasi, pencemaran
kesehatan lingkungan dan kecelakaan kerja cenderung meningkat sejalan dengan
pembangunan industri. Selain masalah kesehatan yang makin kompleks, pergeseran
nilai-nilai keluarga pun turut terpengaruh di mana berkembang kecenderungan
keluarga terhadap anggotanya menjadi berkurang. Keadaan ini akan sangat
berpengaruh terhadap kesehatan dan kesejahteraan kelompok lanjut usia yang
cenderung meningkat jumlahnya dan sangat memerlukan dukungan keluarga. Selain
daripada itu, kesempatan mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi dan penghasilan
yang lebih besar membuat masyarakat Indonesia lebih kritis dan mampu membayar
pelayanan kesehatan yang bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan.

(2) Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
            Perkembangan IPTEk menuntut kemampuan spesifikasi dan penelitian bukan saja
agar dapat memanfaatkan IPTEK, tetapi juga untuk menapis dan memastikan hanya
IPTEK sesuai dengan kebutuhan dan sosial budaya masyarakat Indonesia yang akan
diadopsi, disamping tentunya untuk mengembangkan IPTEK baru lainnya. IPTEK
juga berdampak pada biaya kesehatan yang makin tinggi dan pilihan tindakan
penanggulangan maslah kesehatan yang makin banyyak dan kompleks, selain
tentunya menurunkan jumlah hari rawat (Hamid, 1997; Jerningan, 1988). Penurunan
jumlah hari rawat mempengaruhi kebutuhan pelayanan keeshatan yang belih berfokus
kepada kualitas bukan hanya kuantitas, serta meningkatkan kebutuhan untuk
pelayanan / asuhan keperawatan di rumah dengan mengikutsertakan klien dan
keluarganya. Perkembangan IPTEk harus diikuti dengan upaya perlindungan terhadap
hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang aman, hak untuk diberitahu, hak
untuk memilih tindakan yang akan dilakukan dan hak untuk didengarkan
pendapatnya. Oleh karena itu, pengguna jasa pelayanan kesehatan perlu memberikan
persetujuan secara tertulis sebelum dilakukan tindakan (informed cinsent)
            (3) Globalisasi dalam Pelayanan Kesehatan
Pada dasarnya dua hal utama dari globalisasi yang akan berpengaruh terhadap
perkembangan pelayanan keseahtan termasuk pelayanan keperawatan adalah : 1)
tersedianya alternatif pelayanan, dan 2) persaingan penyelenggaraan pelayanan untuk
menarik minat pemakai jasa pelayanan kualitas untuk memberikan jasa pelayanan
keseahtanyang terbaik. Untuk hal ini berarti tenaga kesehatan, khususnya tenaga
keperawatan diharapkan untuk dapat memenuhi standar global dalam memberikan
pelayanan / asuhan keperawatan. Dengan demikian diperlukan perawat yang
mempunyai kemampuan profesional dengan standar internasional dalam aspek
intelektual, interpersonal dan teknikal, bahkan peka terhadap perbedaan sosial bidaya
dan mempunyai pengetahuan transtruktural yang luas serta mampu memanfaatkan
alih IPTEK.

(4) Tuntutan Profesi Keperawatan
            Keyakinan bahwa keperawatan merupakan profesi harus disertai dengan realisasi
pemenuhan karakteristik keperawatan sebagai profesi yang disebut dengan
profesional (Kelly & Joel, 1995).
Karakteristik profesi yaitu :
1. Memiliki dan memperkaya tubuh pengetahuan melalui penelitian
2. Memiliki kemampuan memberikan pelayanan yang unik kepada orang lain.
3. Pendidikan yang memenuhi standar
4. Terdapat pengendalian terhadap praktek
5. Bertanggung jawab & bertanggung gugat terhadap tindakan yang dilakukan
6. Merupakan karir seumur hidup
7. Mempunyai fungsi mandiri dan kolaborasi.
            Praktek keperawatan sebagai tindakan keperawatan profesional masyarakat
penggunaan pengetahuan teoritik yang mantap dan kokoh dari berbagai ilmu dasar
serta ilmu keperawatan sebagai landasan untuk melakukan pengkajian, menegakkan
diagnostik, menyusun perencanaan, melaksanakan asuhan keperawatan dan
mengevaluasi hasil tindakan keperawatan serta mengadakan penyesuaian rencana
keperawatan untuk menentukan tindakan selanjutnya. Selain memiliki kemampuan
intelektual, interpersonal dan teknikal, perawat juga harus mempunyai otonomi yang
berarti mandiri dan bersedia menanggung resiko, bertanggung jawab dan bertanggung
gugat terhadap tindakan yang dilakukannya, termasuk dalam melakukan dan
mengatur dirinya sendiri.
            Dapat disimpulkan bahwa menghadapi tantangan yang sangat berat tersebut,
diperlukan perawat dengan sikap yang selalu dilandasi oleh kaidah etik profesi. Upaya
yang paling strategik untuk dapat menghasilkan perawat profesional melalui
pendidikan keperawatan profesional dan beberapa langkah yang telah disebutkan
diatas.





2.8   UU Terkait Pengembangan Profesi, Ppendidikan, Dan Pelaksanaan Keperawatan Profesional



BAB IV
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
(1)   Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan padailmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga,kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakupseluruh proses kehidupan manusia.
(2)   Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawat melalui kolaborasidengan sistem klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikanasuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnyapada berbagai tatanan pelayanan, termasuk praktik keperawatanindividual dan berkelompok.
(3)   Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan baik langsung atau tidak langsung diberikan kepadasistem klien di sarana dan tatanan kesehatan lainnya, denganmenggunakan pendekatan ilmiah keperawatan berdasarkan kode etikdan standar praktik keperawatan.
(4)   Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan programpendidikan keperawatan baik di dalam maupun di luar negeri yang diakuioleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturanperundang-undangan.
(5)   Perawat terdiri dari perawat vokasional dan perawat profesional.
(6)   Perawat vokasional adalah seseorang yang telah lulus pendidikanDiploma III Keperawatan dan Sekolah Perawat Kesehatan yangterakreditasi dan diakui oleh pejabat yang berwenang.
(7)   Perawat profesional adalah seseorang yang lulus dari pendidikan tinggikeperawatan dan terakreditasi, terdiri dari ners generalis, ners spesialisdan ners konsultan.
(8)   Ners generalis adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan Ners.
(9)   Ners Spesialis adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan spesialis keperawatan 1.
(10) Ners Konsultan adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan spesialis keperawatan 2.
(11) Registered Nurse disingkat RN adalah perawat profesional yang teregistrasi.
(12) Licensed Practical Nurse disingkat LPN adalah perawat vokasional yang teregistrasi.
(13) Konsil Keperawatan Indonesia adalah suatu badan otonom yang bersifat independen.
(14) Sertifikasi adalah proses pengakuan terhadap program pendidikan danpelatihan keperawatan dalam menyelenggarakan program pendidikandan pelatihan di seluruh Indonesia yang dilaksanakan oleh organisasiprofesi.
(15)Sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadapkemampuan seorang perawat untuk menjalankan praktik keperawatan diseluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi oleh konsil keperawatan.
(16)Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap perawat yang telah memiliki sertifikat kompetensi.
(17)Registrasi ulang adalah pencatatan ulang terhadap perawat yang telah diregistrasi setelah memenuhi persyaratan yang berlaku.
(18)Surat Izin Praktik Perawat (SIPP) adalah bukti tertulis yang diberikanoleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada perawat yang akanmenjalankan praktik keperawatan setelah memenuhi persyaratan.
(19)SIPP I adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Keperawatan kepada perawat vokasional yang telah memenuhi persyaratan
(20)SIPP II adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Keperawatan kepada perawat profesional yang telah memenuhi persyaratan
(21)Sarana pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan.
(22)Klien dan atau pasien/klien dan atau pasien adalah setiap orang yangmelakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperolehpelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupuntidak langsung kepada perawat.
(23) Organisasi profesi adalah Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
(24) Kolegium keperawatan adalah kelompok perawat generalis dan perawatspesialisasi sesuai bidang keilmuan keperawatan yang dibentuk olehorganisasi profesi keperawatan.
(25)Komite adalah badan kelengkapan konsil yang dibentuk untuk melaksanakan tugas-tugas konsil.
(26)Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan



BAB V
STANDAR PENDIDIKAN PROFESI KEPERAWATAN

Pasal 24
(1)   Standar pendidikan profesi keperawatan disusun oleh organisasi profesi keperawatan dan disahkan oleh Konsil Keperawatan Indonesia
(2)   Dalam rangka memperlancar penyusunan standar pendidikan profesi keperawatan, organisasi profesi dapat membentuk Kolegium Keperawatan
(3)   Standar pendidikan profesi keperawatan dimaksud pada ayat (1):
a.     untuk pendidikan profesi Ners disusun oleh Kolegium Ners generalis dengan melibatkan asosiasi institusi pendidikan keperawatan.
b.    untuk pendidikan profesi Ners Spesialis I dan II disusun oleh KolegiumNers Spesialis dengan melibatkan asosiasi institusi pendidikankeperawatan.


BAB VI
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPERAWATAN BERKELANJUTAN

Pasal 25
Pendidikan dan pelatihan keperawatan berkelanjutan, untuk memberikankompetensi kepada perawat, dilaksanakan sesuai dengan standar pendidikankeperawatan berkelanjutan.
Pasal 26
(1)   Setiap perawat yang berpraktik wajib meningkatkan kompetensinyamelalui pendidikan dan pelatihan keperawatan berkelanjutan yangdiselenggarakan oleh organisasi profesi dan lembaga lain yangdiakreditasi oleh organisasi profesi.
(2)   Pendidikan dan pelatihan keperawatan berkelanjutan sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan standar pendidikanberkelanjutan perawat yang ditetapkan oleh organisasi profesi





BAB VIII
PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEPERAWATAN

Pasal 37
Praktik keperawatan dilakukankan berdasarkan pada kesepakatan antaraperawat dengan klien dan atau pasien dalam upaya untuk peningkatankesehatan, pencegahan penyakit, pemeliharaan kesehatan, kuratif, danpemulihan kesehatan.
Pasal 38
Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat yang telah memililki SIPP berwenang untuk:
a.    melaksanakan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, penetapan diagnosis keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan;
b.    tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada huruf a meliputi:intervensi/tritmen keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dankonseling kesehatan;
c.    dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud hurufa dan huruf b harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yangditetapkan oleh organisasi profesi;
d.    melaksanakan intervensi keperawatan seperti yang tercantum dalam

pasal 4.
Pasal 39
Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat yang telah memiliki SIPPI berwenang untuk :
a.    melakukan tindakan keperawatan dibawah pengawasan perawat yang memiliki SIPP II;
b.    melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud dalam pasal38 huruf a harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yangditetapkan oleh organisasi profesi;
Pasal 40
(1)   Dalam keadaan darurat yang mengancam kehidupan atau nyawa klien dan atau pasien, perawat dapat melakukan tindakan diluar kewenangan.
(2)   Dalam keadaan luar biasa/bencana, perawat dapat melakukan tindakandiluar kewenangan untuk membantu mengatasi keadaan luar biasa ataubencana tersebut.
(3)   Perawat yang bertugas di daerah yang sulit terjangkau dapat melakukan tindakan diluar kewenangannya sebagai perawat.
Pasal 41
(1)   Praktik keperawatan dilakukan oleh perawat profesional (RN) dan perawat vokasional (PN).
(2)   PN dalam melaksanakan tindakan keperawatan dibawah pengawasan RN.
(3)   Perawat dapat mendelegasikan dan atau menyerahkan tugas kepada perawat lain yang setara kompetensi dan pengalamannya.

Pasal 42
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dilarang mempekerjakan perawatyang tidak memiliki SIPP untuk melakukan praktik keperawatan di saranapelayanan kesehatan tersebut.

BAB IX
PEMBINAAN, PENGEMBANGAN DAN PENGAWASAN
Pasal 49
Pemerintah, Konsil Keperawatan, dan Organisasi Profesi Perawat membina,mengembangkan dan mengawasi praktik keperawatan sesuai dengan fungsiserta tugas masing-masing
Pasal 50
(1)   Pembinaan dan pengembangan perawat meliputi pembinaan profesi dan karir
(2)   Pembinaan dan pengembangan profesi perawat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi kompetensi profesional dan kepribadian
(3)   Pembinaan dan pengembangan profesi perawat dilakukan melalui jabatan fungsional perawat.
(4)Pembinaan dan pengembangan karir perawat sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan pangkat dan promosi.
Pasal 51
(1)   Pemerintah dan profesi membina serta mengembangkan kualifikasiakademik dan kompetensi profesional perawat pada institusi baikpemerintah maupun swasta;
(2)   Pemerintah memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalisme perawat pada institusi pelayanan pemerintah;
(3)   Pemerintah menetapkan kebijakan anggaran untuk meningkatkan profesionalisme perawat pada institusi pelayanan swasta


Pasal 52
Pembinaan, pengembangan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 50, diarahkan untuk:
a.  Melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan perawat.
b.  Memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan perawat
c.  Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh perawat;
d.  Melindungi perawat terhadap keselamatan dan risiko kerja.

Pasal 53
(1)  Setiap orang dilarang menggunakan identitas berupa gelar atau bentuklain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yangbersangkutan adalah perawat yang telah memiliki SIPP.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagitenaga kesehatan yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan.

Pasal 54
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan perawat yang menyelenggarakanpraktik keperawatan dapat dilakukan supervisi dan audit sekurang-kurangnya1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
Pasal 55
Sanksi Administratif
(1)  Perawat yang melanggar ketentuan yang diatur dalam pasal 38dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan sementara SIPP palinglama 1 (satu) tahun
(2)  Perawat yang dinyatakan melanggar Etik dan disiplin Profesi dikenakan sanksi administrasi sebagai berikut:
a.   Pelanggaran ringan dikenakan sanksi pencabutan sementara SIPP paling lama 6 (enam) bulan
b.  Pelanggaran sedang dikenakan sanksi pencabutan sementara SIPP paling lama 1 (satu) tahun
c.   Pelanggaran berat dikenakan sanksi pencabutan sementara SIPP paling lama 3 (tiga) tahun


Pasal 56
Sanksi Pidana
            Setiap perawat yang dengan sengaja melakukan praktik keperawatantanpa memiliki SIPP sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (1)dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau dendapaling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Setiap perawat asing yang dengan sengaja melakukan praktekkeperawatan tanpa SIPP sementara sebagaimana yang dimaksuddalam pasal 30 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2(dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluhjuta rupiah).
Setiap perawat asing yang dengan sengaja melakukan praktekkeperawatan tanpa SIPP bersyarat sebagaimana yang dimaksuddalam pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2(dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluhjuta rupiah).
Pasal 57
            Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar ataubentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yangbersangkutan adalah perawat yang telah memiliki SIPP yang dimaksud dalampasal 48 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahunatau denda paling banyak Rp. 75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
Pasal 58
            Institusi pelayanan kesehatan, organisasi, perorangan yang dengan sengajamempekerjakan perawat yang tidak memiliki SIPP sebagaimana dimaksuddalam pasal 41 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahunatau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah
Pasal 59
Perawat yang dengan sengaja: tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud pada pasal 45 ayat (4);
tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 huruf a sampai dengan huruf f
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun ataudenda paling banyak Rp. 25.000.000,00 (dua puluh lima jutarupiah).


Pasal 60
Penetapan sanksi administrasi maupun pidana harus didasarkan pada motifpelanggaran dan berat ringannya risiko yang ditimbulkan sebagai akibatpelanggaran.




BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Tantangan profesi perawat di Indonesia di abad 21 ini semakin meningkat. Seiring tuntutan menjadikan profesi perawat yang di hargai profesi lain. Profesi keperawatan dihadapkan pada banyak tantangan. Salah satu dari tantangan tersebut menjalankan tanggung jawab dan tanggung gugat sebagai perawat. Untuk menjawab tantangan-tantangan itu dibutuhkan komitmen dari semua pihak yang terkait dengan profesi ini, organisasi profesi, lembaga pendidikan keperawatan juga tidak kalah pentingnya peran serta pemerintah. Dapat disimpulkan bahwa menghadapi tantangan yang sangat berat, diperlukan perawat dengan sikap yang selalu dilandasi oleh kaidah etik profesi. Upaya yang paling strategik untuk dapat menghasilkan perawat pofesional melalui pendidikan keperawatan profesiona


DAFTAR PUSTAKA


Nursalam. 2002. Manajemen Keperawatan. Salemba medika. Jakarta
Praptianingsih, sri. Kedudukan Hukum Perawat. Raja Gravindo Persada. Jakarta
Ali, H. Zainudin, Dasar-dasar Keperawatan Profesional, Jakarta, Widya Medika, 2001







iii

2 komentar:

Anonim mengatakan...

mas, kok filenya rusak. padahal saya punya tugas ini. gak jadi copy dech...hiks...hiks...

unting mengatakan...

bermanfaat disriusi mungkin lebih mantap

Posting Komentar